Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuat langkah signifikan dalam rangka memperkuat pengawasan sektor jasa keuangan di Indonesia dengan menerbitkan dua Peraturan OJK (POJK) baru. Kedua aturan ini diharapkan dapat mendukung upaya pengembangan dan penguatan sektor keuangan yang sehat, mandiri, dan kompetitif, serta menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia.
Peraturan baru pertama adalah POJK Nomor 30 Tahun 2024 tentang Konglomerasi Keuangan dan Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan (KK PIKK). Tujuan utama dari aturan ini adalah meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan yang terintegrasi terhadap kelompok atau konglomerasi lembaga jasa keuangan (LJK) yang berada di bawah kendali pemilik yang sama, Jumat, 24 Januari 2025.
Ini adalah penyempurnaan dari POJK Nomor 45/POJK.03/2020 tentang Konglomerasi Keuangan yang didesain untuk memenuhi mandat Bab XV Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). “Serta menyelaraskan pengaturan KK PIKK dengan ketentuan internasional dan hasil benchmarking pada beberapa negara,” demikian disebutkan dalam keterangan resmi OJK.
Diharapkan, penerbitan POJK KK PIKK dapat menghasilkan dampak positif terhadap sektor jasa keuangan Indonesia. Dengan adanya pengawasan terintegrasi yang lebih kuat, OJK berharap dapat memacu pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan berkeadilan. Tujuan akhirnya adalah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, maju, dan bermartabat.
Peraturan ini merubah basis pengawasan dari yang sebelumnya berfokus pada entitas utama menjadi berbasis Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan (PIKK). PIKK bertanggung jawab untuk mengendalikan, mengkonsolidasikan, dan mengawasi seluruh anggota konglomerasi. POJK ini mengatur berbagai aspek termasuk kriteria dan proses pembentukan PIKK, kegiatan usaha serta tanggung jawab PIKK, hingga kewenangan OJK dalam menetapkan kebijakan tertentu. POJK Nomor 30 Tahun 2024 ini diundangkan dan berlaku mulai 23 Desember 2024, menggantikan POJK sebelumnya.
POJK kedua, Nomor 31 Tahun 2024 tentang Perintah Tertulis, merupakan harmonisasi kewenangan OJK dalam menerbitkan perintah tertulis secara luas melalui pendekatan berbasis prinsip. Aturan ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Inti dari POJK ini adalah memperkuat pengawasan sektor jasa keuangan baik dari sisi prudensial maupun perilaku pasar (market conduct), memastikan bahwa seluruh kegiatan di sektor ini berjalan teratur, adil, transparan, dan akuntabel.
Peraturan ini, yang merupakan tindak lanjut dari amanat Pasal 8A Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK yang telah diubah dengan UU P2SK, memberi OJK kewenangan untuk memberikan perintah tertulis kepada LJK terkait penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi, dan/atau konversi (P3IK). POJK ini juga menetapkan tata cara pemberian perintah tertulis kepada LJK atau pihak tertentu dengan merinci sejumlah pokok perubahan pengaturan, termasuk penambahan ketentuan terkait perintah P3IK dan penyelarasan pengawasan market conduct.
Dalam hal ini, OJK telah mencabut ketentuan dari tiga POJK sebelumnya yakni: POJK Nomor 18 Tahun 2022, POJK No. 18/POJK.03/2020, dan POJK No. 40/POJK.05/2020, yang terkait dengan perintah tertulis. Namun, aturan pelaksana dari ketiga POJK tersebut masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan baru.
Dengan penerbitan kedua POJK ini, OJK berharap dapat terus mendorong kepercayaan dan partisipasi aktif dari berbagai pemangku kepentingan dalam sektor jasa keuangan. Hal ini penting untuk membangun sistem keuangan yang lebih kuat, stabil, dan adaptif terhadap perubahan dinamika global. "Adapun ketentuan pelaksana dari ketiga POJK tersebut di atas masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam POJK ini," jelas OJK dalam pernyataan resmi mereka.