Harga Emas Dunia Naik, Ketegangan Geopolitik Picu Lonjakan Permintaan

Kamis, 09 Oktober 2025 | 10:01:13 WIB
Harga Emas Dunia Naik, Ketegangan Geopolitik Picu Lonjakan Permintaan

JAKARTA - Harga emas dunia terus menunjukkan kekuatannya di tengah badai ketidakpastian geopolitik dan ekonomi global. Aset safe haven ini kini menjadi primadona investor yang mencari perlindungan dari volatilitas pasar dan potensi pelonggaran kebijakan moneter Amerika Serikat (AS).

Pada perdagangan Kamis, 9 Oktober 2025, harga emas di pasar spot menguat 1,7% ke posisi US$4.050,24 per troy ounce, sedangkan kontrak berjangka AS untuk pengiriman Desember 2025 naik 1,7% ke level US$4.070,5. Kenaikan ini menegaskan bahwa sentimen positif terhadap emas masih mendominasi pasar global.

Menurut Matthew Piggott, Direktur Emas dan Perak Metals Focus, reli harga emas mencerminkan kombinasi faktor makroekonomi dan geopolitik yang sangat mendukung. “Penguatan emas mencerminkan latar belakang makroekonomi dan geopolitik yang sangat positif bagi aset safe haven, ditambah dengan kekhawatiran terhadap aset lindung nilai tradisional lainnya,” ujarnya.

Reli Emas Didukung Banyak Faktor Fundamental

Sepanjang 2025, harga emas telah melesat 54% setelah sebelumnya naik 27% pada 2024. Lonjakan ini menjadikan emas sebagai salah satu aset dengan kinerja terbaik di dunia, bahkan mengungguli pasar saham global maupun bitcoin.

Kinerja positif emas juga berbanding terbalik dengan pelemahan dolar AS dan turunnya harga minyak mentah. Kondisi tersebut memperkuat daya tarik emas sebagai alat lindung nilai terhadap risiko inflasi dan ketidakpastian global.

Reli emas tahun ini tidak hanya ditopang oleh ekspektasi pemangkasan suku bunga The Federal Reserve (The Fed), tetapi juga karena meningkatnya pembelian oleh bank sentral di berbagai negara. Selain itu, arus dana besar-besaran yang masuk ke produk investasi seperti exchange-traded fund (ETF) mempercepat kenaikan harga logam mulia tersebut.

“Dengan faktor-faktor ini yang masih berlanjut hingga 2026, kami belum melihat adanya katalis signifikan yang dapat membuat emas terkoreksi. Karena itu, kami memperkirakan emas akan terus menanjak sepanjang tahun untuk mencoba menantang level US$5.000 per troy ounce,” tambah Piggott.

Selain faktor fundamental, fenomena fear of missing out (FOMO) juga berperan mempercepat kenaikan harga emas. Banyak investor ritel dan institusi besar mulai menambah portofolio logam mulia mereka untuk mengantisipasi kemungkinan pemangkasan suku bunga lanjutan.

Kebijakan The Fed dan Krisis Politik Dorong Permintaan

Ketidakpastian kebijakan moneter AS semakin memicu pergerakan harga emas ke level tinggi. Penutupan sebagian pemerintahan AS (government shutdown) yang memasuki hari kedelapan telah menunda publikasi sejumlah data ekonomi penting yang biasanya menjadi acuan pasar.

Kondisi ini membuat pelaku pasar mengandalkan data non-pemerintah untuk menilai arah kebijakan suku bunga berikutnya. Saat ini, pasar memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan mendatang, dan kemungkinan melakukan pemangkasan serupa pada Desember 2025.

Hasil risalah rapat The Fed tanggal 16–17 September 2025 menunjukkan sebagian besar pejabat bank sentral menilai risiko di pasar tenaga kerja meningkat. Pandangan tersebut menjadi alasan utama bagi mereka untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga, meskipun inflasi masih berada dalam perhatian utama.

Di sisi lain, ketegangan global terus menambah tekanan pada perekonomian dunia. Konflik di Timur Tengah dan perang di Ukraina memperkuat arus modal masuk ke emas sebagai aset pelindung nilai.

Sementara itu, gejolak politik di Prancis dan Jepang turut memperbesar permintaan emas dari investor institusional Asia dan Eropa. Situasi ini mempertegas peran emas sebagai aset paling stabil di tengah gejolak geopolitik internasional.

Arus Dana Masuk ke ETF Pecahkan Rekor Baru

Menurut data World Gold Council, aliran dana masuk ke ETF berbasis emas telah mencapai US$64 miliar sepanjang tahun ini. Dari jumlah tersebut, rekor bulanan tertinggi terjadi pada September 2025, dengan nilai dana mencapai US$17,3 miliar.

Analis mencatat bahwa investor kini semakin agresif mengakumulasi posisi di ETF emas untuk mengimbangi potensi risiko dari pasar obligasi dan saham. Fenomena ini membuat harga emas semakin sulit terkoreksi secara signifikan.

Secara teknikal, indikator Relative Strength Index (RSI) emas saat ini berada di level 87, yang menunjukkan kondisi overbought. Meski begitu, pasar masih menilai momentum kenaikan belum berakhir karena belum ada tanda-tanda pelemahan signifikan pada sentimen global.

Perak dan Logam Mulia Lain Ikut Menguat

Reli harga emas juga berdampak positif terhadap pergerakan logam mulia lainnya seperti perak, platinum, dan palladium. HSBC pada Rabu (8 Oktober 2025) menaikkan proyeksi rata-rata harga perak menjadi US$38,56 per troy ounce untuk 2025 dan US$44,50 pada 2026.

Harga perak sendiri melonjak 3,2% ke posisi US$49,39 per troy ounce, setelah sempat menyentuh rekor tertinggi US$49,57. Kenaikan ini menandai performa luar biasa karena sepanjang tahun, harga perak telah meroket 71%, ditopang faktor serupa dengan emas serta ketatnya pasokan pasar fisik.

“Pasar perak terus mengetat dengan kenaikan biaya sewa, sementara stok di Comex mencatat rekor tinggi dan permintaan musiman India tetap kuat. Reli belakangan ini juga didukung arus masuk dana besar ke produk ETP,” jelas Suki Cooper, Kepala Riset Komoditas Global Standard Chartered Bank.

Kenaikan juga menjalar ke logam mulia lain. Harga platinum naik 3% ke US$1.666,47 per troy ounce, level tertinggi sejak Februari 2013.

Sementara itu, palladium melonjak tajam 8,4% ke posisi US$1.449,69 per troy ounce, menjadi level tertinggi dalam lebih dari dua tahun terakhir.

Emas Masih Jadi Aset Andalan Hingga Tahun Depan

Dengan kombinasi faktor makroekonomi yang solid, ketegangan geopolitik, serta kebijakan moneter yang longgar, tren kenaikan harga emas diperkirakan akan terus berlanjut hingga tahun depan.

Banyak analis memperkirakan bahwa meskipun volatilitas masih mungkin terjadi, prospek jangka menengah hingga panjang emas tetap positif. Permintaan tinggi dari bank sentral, investor institusi, dan masyarakat umum akan menjaga keseimbangan harga di level tinggi.

“Selama ketidakpastian global masih tinggi dan kebijakan moneter tetap longgar, emas akan terus menjadi aset pilihan utama bagi investor,” tutup Piggott optimistis.

Terkini