Kasus DBD Tembus 166 Ribu, BPJS Kesehatan Habiskan Dana Rp700 Miliar Lebih

Senin, 03 November 2025 | 10:03:50 WIB
Kasus DBD Tembus 166 Ribu, BPJS Kesehatan Habiskan Dana Rp700 Miliar Lebih

JAKARTA - Meningkatnya kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia mulai menimbulkan kekhawatiran baru di sektor kesehatan nasional. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencatat lebih dari 166.000 kasus demam dengue pada paruh kedua tahun 2025, angka yang tergolong tinggi meskipun sebagian wilayah Indonesia belum memasuki musim hujan.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof. Ali Ghufron Mukti, MSc, PhD, menegaskan bahwa masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit ini. Ia menyoroti besarnya dampak sosial, ekonomi, dan kesehatan yang ditimbulkan oleh peningkatan jumlah kasus DBD.

Menurut Ali Ghufron, demam dengue bukan hanya ancaman kesehatan yang bisa berujung kematian, tetapi juga menimbulkan beban ekonomi yang besar. “Menurut data BPJS, ada lebih dari 166 ribu peserta BPJS Kesehatan yang terkena demam berdarah dengue, dengan 59 persen diderita oleh peserta berusia kurang dari 20 tahun. Ini angka yang besar, sehingga semua pihak seharusnya bergerak bersama untuk terlibat mengatasi demam berdarah dengue,” ujarnya dalam acara di Jakarta, 2 November 2025.

Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa mayoritas korban DBD berasal dari kelompok usia muda. Kondisi ini menunjukkan perlunya langkah pencegahan yang lebih serius di kalangan pelajar dan remaja yang sering beraktivitas di luar rumah.

Beban Biaya DBD Capai Ratusan Miliar Rupiah

Kenaikan kasus DBD secara langsung berdampak pada meningkatnya beban pembiayaan BPJS Kesehatan. Ali Ghufron menyebut bahwa biaya pengobatan pasien demam dengue cukup besar, terutama bagi pasien yang membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit.

“Untuk rawat jalan, per orang biayanya sekitar Rp 200.000 hingga Rp 300.000. Sedangkan untuk rawat inap rata-rata Rp 4,5 juta, kalikan saja dengan 166.000 pasien,” kata Ali Ghufron.

Perhitungan sederhana menunjukkan bahwa hingga pertengahan tahun 2025 saja, total biaya yang dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk perawatan demam dengue telah menembus lebih dari Rp 700 miliar. Angka tersebut berpotensi terus meningkat apabila jumlah kasus tidak terkendali menjelang puncak musim hujan.

Kondisi ini mendorong BPJS Kesehatan untuk mengajak seluruh elemen masyarakat berperan aktif dalam upaya pencegahan. “Kita harus mulai promosi perubahan perilaku di masyarakat, dengan membersihkan tempat-tempat genangan air yang jadi tempat berlindungnya nyamuk. Kami tentu senang kalau angka DBD bisa diturunkan,” tambahnya.

Pernyataan itu mempertegas bahwa tindakan preventif lebih penting dibandingkan hanya mengandalkan pengobatan ketika kasus sudah menyebar luas. Upaya sederhana seperti menjaga kebersihan lingkungan dan menghilangkan genangan air menjadi langkah awal yang efektif.

Cuaca Ekstrem dan Perubahan Iklim Tingkatkan Risiko Penularan

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan musim hujan tahun 2025/2026 akan datang lebih awal dibandingkan biasanya. Beberapa wilayah di Indonesia telah mengalami peningkatan curah hujan sejak Agustus, dan puncaknya diperkirakan terjadi antara November 2025 hingga Februari 2026.

Kondisi cuaca ini berpotensi memperburuk penyebaran penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, termasuk demam berdarah dengue. Peningkatan curah hujan dan genangan air menjadi tempat ideal bagi nyamuk Aedes aegypti berkembang biak.

Perubahan iklim juga berperan dalam memperluas area penyebaran nyamuk dengue ke wilayah yang sebelumnya tidak termasuk daerah endemis. Fenomena ini mempersulit pengendalian penyakit karena wilayah rawan semakin meluas.

Dalam acara “Urgensi dan Kepemimpinan Indonesia dalam Perjuangan Melawan Dengue” di Jakarta pada 2 November 2025, Derek Wallace selaku President Global Vaccine Business Unit Takeda Pharmaceuticals mengungkapkan situasi global yang mengkhawatirkan. “Dalam lima tahun terakhir, dunia mengalami peningkatan signifikan kasus dengue, terutama di kawasan Amerika,” katanya.

Ia menambahkan bahwa hingga akhir April 2024, lebih dari 7,6 juta kasus dengue telah dilaporkan ke Badan Kesehatan Dunia (WHO), termasuk lebih dari 16.000 kasus berat dan lebih dari 3.000 kematian. Angka tersebut menjadi peringatan bahwa penyebaran dengue bukan hanya masalah nasional, tetapi juga tantangan global.

Sementara itu, Ketua Harian Koalisi Bersama (KOBAR) Lawan Dengue, dr. Asik Surya, MPM, menilai bahwa situasi cuaca saat ini bisa memperparah kondisi di Indonesia. “Dengan kondisi iklim seperti sekarang, risiko penularan dengue berpotensi meningkat. Jumlah daerah endemis naik menjadi 471 pada 2025, dan hampir semua kabupaten/kota telah melaporkan kasus,” ujarnya.

Peningkatan jumlah daerah endemis ini menunjukkan bahwa pengendalian penyakit membutuhkan pendekatan lintas sektor. Sinergi antara pemerintah pusat, daerah, lembaga kesehatan, dan masyarakat mutlak diperlukan untuk mencegah ledakan kasus lebih lanjut.

Vaksinasi dan Deteksi Dini Jadi Kunci Pencegahan

Selain menjaga kebersihan lingkungan, pencegahan melalui imunisasi juga menjadi strategi penting dalam menekan penyebaran demam berdarah. Penasihat Satuan Tugas Imunisasi Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Prof. Samsuridjal Djauzi, Sp.PD, KAI, menekankan pentingnya deteksi dini dan vaksinasi sebagai langkah menyeluruh.

Ia menjelaskan bahwa pencegahan dengue harus dilakukan dengan pendekatan terpadu yang melibatkan semua kelompok usia. “Satgas Imunisasi Dewasa PAPDI telah merekomendasikan vaksin dengue ke dalam jadwal imunisasi dewasa untuk bisa melindungi orang dewasa dan lanjut usia. Pencegahan dengue adalah tanggung jawab bersama lintas kelompok usia, dan hanya dapat dicapai melalui kesadaran kolektif serta aksi yang terkoordinasi,” ujarnya.

Pernyataan tersebut mempertegas bahwa upaya melawan dengue tidak cukup dengan tindakan individual semata. Keterlibatan pemerintah, tenaga medis, serta masyarakat dalam membangun kesadaran bersama menjadi fondasi utama untuk mengendalikan penyebaran virus ini.

Selain imunisasi, penting pula bagi masyarakat untuk memahami gejala awal demam berdarah agar dapat segera memperoleh penanganan medis. Deteksi dini mampu mencegah terjadinya komplikasi berat yang dapat berujung fatal.

Dalam konteks yang lebih luas, kolaborasi antara BPJS Kesehatan, dunia medis, dan lembaga farmasi seperti Takeda Pharmaceutical menjadi langkah penting untuk memperkuat ketahanan sistem kesehatan Indonesia. Kolaborasi ini diharapkan mampu menekan angka kasus serta menurunkan beban pembiayaan negara akibat DBD.

Kenaikan kasus demam berdarah pada tahun 2025 menjadi peringatan keras bagi seluruh elemen bangsa. Jika tidak diantisipasi dengan baik, angka penderita dan beban ekonomi akan terus meningkat, sementara daya tahan sistem kesehatan bisa tertekan.

Melalui sinergi antara pencegahan, edukasi masyarakat, dan program vaksinasi yang berkelanjutan, Indonesia diharapkan mampu menekan laju penyebaran DBD. Masyarakat juga perlu menyadari bahwa menjaga kebersihan lingkungan bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tanggung jawab bersama demi kesehatan seluruh warga.

Terkini

Cara Membatalkan Pesanan di Blibli Lewat HP dan Komputer

Senin, 03 November 2025 | 22:12:53 WIB

10 Strategi Digital Marketing UMKM biar Naik Kelas

Senin, 03 November 2025 | 22:12:53 WIB

Aturan Penagihan Utang Debt Collector Terbaru 2025

Senin, 03 November 2025 | 22:12:52 WIB

6 Cara Top Up Flazz BCA Mobile dan Tips dan Anti Ribet!

Senin, 03 November 2025 | 19:35:14 WIB