Batu Bara

Proyeksi Suram Harga Saham Batu Bara pada 2025: Analisis Mendalam dan Pandangan Analis

Proyeksi Suram Harga Saham Batu Bara pada 2025: Analisis Mendalam dan Pandangan Analis
Proyeksi Suram Harga Saham Batu Bara pada 2025: Analisis Mendalam dan Pandangan Analis

Harga saham industri batu bara diperkirakan menghadapi tantangan signifikan menjelang tahun 2025. Sejumlah analis, berdasarkan konsensus yang dikumpulkan oleh Refinitiv, menunjukkan sikap pesimis terhadap saham perusahaan tambang batu bara. Situasi ini didorong oleh proyeksi pasar batu bara dunia yang diperkirakan mengalami penurunan pada tahun tersebut.

Berdasarkan data konsensus Refinitiv, dari 12 analis yang dievaluasi, terdapat lima analis yang memberikan rekomendasi "Buy" untuk saham PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO). Sementara itu, lima analis lainnya menyarankan posisi "Hold", dan dua sisanya memberikan rekomendasi "Sell". Sebuah pola serupa juga terlihat untuk saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), dengan lima analis memberikan rekomendasi "Buy" dan enam lainnya menyarankan "Hold".

Tren Keseluruhan di Pasar Batu Bara

Analis dari Bahana Sekuritas memproyeksikan bahwa permintaan batu bara akan tetap stabil di masa mendatang. Namun, meningkatnya pasokan mengimbangi peningkatan permintaan, sehingga menciptakan keseimbangan yang stabil antara penawaran dan permintaan. Bahana Sekuritas memperkirakan harga batu bara akan berada pada tingkat yang lebih berkelanjutan dalam jangka panjang, sekitar USD120-130 per ton. "Kecuali ada gangguan pasokan signifikan, kami tidak memperkirakan lonjakan harga yang besar," ujar Bahana Sekuritas.

Bank Dunia memprediksi bahwa harga batu bara global akan menurun pada 2025 karena permintaan dari China diperkirakan moderat. "Harga diproyeksikan turun sekitar 12 persen pada tahun 2025 dan 2026," menurut laporan Bank Dunia pada 3 Desember 2024. Sementara itu, harga rata-rata batu bara global diperkirakan mencapai USD120 per ton pada 2025.

Sektor energi di China diproyeksikan akan mencapai puncaknya pada 2024 sebelum mengalami stagnasi. Ini disebabkan oleh pertumbuhan moderat dalam permintaan listrik serta output yang kuat dari pembangkit listrik tenaga air dan energi terbarukan.

Kondisi cuaca ekstrem dapat mempengaruhi harga batu bara. Fenomena seperti gelombang panas atau kekeringan, terutama di wilayah China, dapat meningkatkan permintaan dan, oleh karena itu, mendorong kenaikan harga.

Kelebihan Pasokan Sebagai Tantangan Utama

Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association, Hendra Sinadia, menyatakan bahwa kondisi kelebihan pasokan atau oversupply akan mengakibatkan harga batu bara pada tahun 2025 relatif stagnan. "Untuk pasar ekspor, kondisi oversupply menyebabkan harga rata-rata di 2024 lebih rendah dibandingkan 2023, apalagi 2022. 2025 diperkirakan tidak berbeda jauh dari 2024," katanya kepada CNBC Indonesia pada 2 Januari 2024.

Menurut data dari International Energy Agency (IEA), kelebihan pasokan besar terlihat sejak 2022 dengan 293 juta ton, dan memuncak di 2023 pada 306 juta ton. Pada 2024, kelebihan pasokan diproyeksikan mencapai 297 juta ton, dengan 204 juta ton pada 2025.

Meskipun demikian, tingkat kelebihan pasokan tetap menjadi isu utama yang memberatkan harga batu bara di tingkat global. Kendala lain adalah pemulihan ekonomi yang lambat di Asia, khususnya China. Pemulihan di sektor properti China diperkirakan tidak akan terjadi hingga akhir 2025, dengan pertumbuhan ekonomi China diproyeksikan melambat menjadi 4,5% pada tahun itu, dari 5% pada 2024.
 

Dampak Energi Terbarukan pada Industri Batu Bara

Tren global yang mengarah pada penggunaan energi terbarukan menjadi tantangan tambahan bagi industri batu bara. Dengan meningkatnya perhatian terhadap transisi energi berkelanjutan, listrik dari sumber energi baru dan terbarukan mendapatkan lebih banyak perhatian. Transisi ini berpotensi mengurangi permintaan batu bara dalam jangka panjang, menambah beban pada harga dan masa depan industri tersebut.

Secara keseluruhan, prognosis untuk industri batu bara pada tahun 2025 menunjukkan adanya tantangan serius, dari sisi pasar yang stagnan hingga perubahan global menuju energi terbarukan. Meskipun ada prediksi stabilitas dari aspek penawaran-permintaan, berbagai faktor eksternal dapat mempengaruhi pasar yang pada akhirnya menuntut perusahaan dan pemangku kepentingan dalam industri ini untuk beradaptasi dengan perubahan yang ada.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index