Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa perusahaan asuransi yang ingin memasarkan produk asuransi kredit dan suretyship wajib memiliki rasio likuiditas minimum sebesar 150%. Aturan ketat ini diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 20 Tahun 2023 dan dirancang untuk menjamin ketahanan perusahaan asuransi dalam memberikan perlindungan pada pembiayaan kredit, terutama saat menghadapi fluktuasi kondisi ekonomi nasional.
Menurut Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Djonieri, penetapan rasio likuiditas ini diperlukan karena ketergantungan kredit terhadap kondisi ekonomi. "Ini sejalan dengan kami menjawab kenapa asuransi kredit agak lebih spesial dengan rasio likuiditas 150%. Karena benar sekali, kalau ekonomi ada persoalan sedikit saja, imbasnya pasti ke kredit, nah ini sebagai buffer. Yang menjual asuransi kredit itu harus punya modal yang lebih kuat dalam konteks likuiditasnya, karena ekonomi kadang-kadang tidak bisa diprediksi," ujar Djonieri dalam sebuah webinar Media Asuransi, Kamis, 30 Januari 2025.
Dia menambahkan bahwa ketentuan ini bukanlah sebuah kebijakan baru dalam industri asuransi. Dalam konteks yang lebih luas, ketentuan serupa pernah dicantumkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 124 Tahun 2008. "Persyaratan 150% untuk rasio likuiditas sudah ada sejak 2008, di PMK 124. Kami hanya mengadopsinya kembali dalam POJK 20/2023. Jadi, sebenarnya bukan hal baru," jelas Djonieri.
Tidak hanya perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi umum syariah yang ingin menjual produk asuransi pembiayaan syariah juga diharuskan memiliki rasio likuiditas minimum yang sama. Hal ini berlaku untuk dana perusahaan dan dana tabarru dengan ketentuan masing-masing paling rendah 150%, seperti yang termaktub dalam Pasal 4 POJK 20 Tahun 2023.
Selain rasio likuiditas, POJK 20/2023 juga mengatur persyaratan ekuitas minimum yang wajib dipenuhi perusahaan asuransi untuk memasarkan produk asuransi kredit. Hingga 31 Desember 2028, perusahaan harus memiliki ekuitas minimum sebesar Rp250 miliar atau 150% dari ketentuan ekuitas minimum yang berlaku (mana yang lebih tinggi). Setelah tanggal tersebut, angka minimum akan meningkat menjadi Rp1 triliun.
POJK ini diundangkan pada 13 Desember 2023, dengan ketentuan efektif satu tahun setelahnya atau mulai berlaku pada 13 Desember 2024. "Itu sebenarnya sudah diberi waktu satu tahun sebelum 13 Desember [2024] berlaku. Kita lihat seperti apa strategi perusahaan asuransi ke depan. Memang benar dari pemantauan kami ada beberapa perusahaan yang belum memenuhi syarat. Tapi kalau rata-rata rasio likuiditas asuransi kredit 160%, sementara untuk suretyship rata-rata 163%," pungkas Djonieri.
Dengan pengetatan regulasi ini, diharapkan industri asuransi kredit dan suretyship di Indonesia mampu menghadapi tantangan ekonomi dengan lebih baik dan memberikan jaminan proteksi yang memadai kepada nasabah, sekaligus memperkukuh stabilitas pasar keuangan dalam negeri. Langkah ini juga dinilai penting untuk memperkokoh kepercayaan publik terhadap industri asuransi di tengah ketidakpastian ekonomi global.