Jakarta - Industri asuransi umum dan fintech di Indonesia semakin erat bersinergi dengan terbentuknya konsorsium asuransi khusus untuk pinjaman fintech peer-to-peer (P2P) lending. Konsorsium ini diinisiasi oleh perusahaan-perusahaan asuransi yang tergabung dalam Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI). Pertemuan untuk pembentukan konsorsium ini digelar pada Kamis, 23 Januari 2025, sebagai langkah penting untuk memberikan perlindungan terhadap risiko yang mungkin dihadapi dalam industri pembiayaan berbasis teknologi ini.
Syarifuddin, Direktur Teknik PT Asuransi Central Asia (ACA), menjelaskan bahwa konsorsium asuransi P2P lending, atau dikenal juga sebagai asuransi LPBBTI (Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi), telah terbentuk. "Koordinator dan jumlah anggota dalam konsorsium dimaksud saat ini sedang dibahas untuk mendapat persetujuan regulator," ujar Syarifuddin Jumat, 31 Januari 2025. Konsorsium tersebut saat ini dalam tahap pembicaraan intensif dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengantongi izin produk asuransi khusus P2P lending.
Pada saat yang sama, konsorsium asuransi ini juga menjalin komunikasi dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) serta penyelenggara P2P lending yang tergabung dalam AFPI. Kolaborasi ini diharapkan dapat menyusun produk asuransi yang relevan dan bermanfaat bagi stakeholder terkait.
Sejauh ini, produk asuransi untuk P2P lending sudah ditawarkan oleh beberapa perusahaan secara individual. Dengan adanya konsorsium ini, diharapkan perlindungan terhadap pinjaman online akan semakin efektif. "Kami berharap apa yang diusulkan oleh konsorsium nantinya akan dapat membantu anggota AFPI dan para lender dalam melakukan upaya mitigasi risiko dalam bentuk proteksi asuransi," tambah Syarifuddin.
Pendapat senada juga disampaikan oleh Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Iwan Pasila. Beliau menginformasikan bahwa OJK sedang dalam tahap asesmen untuk memastikan produk tersebut dapat dikelola dengan baik. "Belum fixed karena baru mengajukan produknya. Kami lagi asesmen dan bicarakan dengan tim untuk memastikan produk bisa dikelola dengan baik," jelas Iwan. Rapat untuk membahas lebih lanjut tentang konsorsium ini dijadwalkan akan berlangsung pekan depan.
Namun, tidak sedikit yang menyoroti tantangan dari inisiatif ini. Ketua Umum AFPI, Entjik S. Djafar, mengutarakan kekhawatiran terkait potensi moral hazard yang bisa timbul jika P2P lending dilindungi oleh asuransi. "Menurut saya efek dari penutupan asuransi sangat berbahaya bagi lender, karena dikhawatirkan menjadi moral hazard para borrower karena merasa pinjamannya diasuransikan, maka pinjamannya sengaja dibuat ramai-ramai macet berjamaah. Ini akan sangat merusak industri ini dan tentunya perusahaan asuransi," jelas Entjik, Jumat, 31 Januari 2025.
Entjik menegaskan bahwa meskipun asuransi dapat menjadi opsi bagi pelaku industri, penerapannya bukan merupakan kewajiban. Pengaturan tentang pemasaran produk asuransi kredit melalui P2P lending telah dibakukan dalam Peraturan OJK Nomor 20/2023.
Dengan berbagai perspektif dari para pemangku kepentingan, pembentukan konsorsium asuransi untuk fintech P2P lending ini tampaknya menjadi langkah maju yang berpotensi meningkatkan keamanan dan kepercayaan dalam industri fintech Indonesia. Namun, pengaturan dan pengawasan yang ketat dari OJK akan sangat diperlukan agar inisiatif ini berjalan sesuai tujuan. Semua mata tertuju pada keputusan OJK yang diharapkan dapat memberikan jalan terbaik bagi perkembangan sektor ini.