Batu Bara

Prediksi Harga Batu Bara Bearish, Pasar Energi Makin Berat

Prediksi Harga Batu Bara Bearish, Pasar Energi Makin Berat
Prediksi Harga Batu Bara Bearish, Pasar Energi Makin Berat

JAKARTA - Pasar komoditas energi kembali menghadapi tekanan. Harga batu bara, yang dalam beberapa bulan terakhir cenderung tidak stabil, diprediksi masih akan bergerak bearish pada pekan ini. Sejumlah indikator global, mulai dari permintaan di negara besar seperti China dan India, pasokan dari produsen utama termasuk Indonesia dan Australia, hingga kebijakan energi bersih serta dinamika pasar gas alam, menjadi faktor penentu yang tidak bisa diabaikan.

Prediksi ini disampaikan Research and Development ICDX, Girta Yoga, yang menilai harga batu bara masih kesulitan menemukan momentum penguatan. “Harga batu bara berpotensi menemui level resistance di kisaran harga US$102,50 – 105,50 per ton, dan apabila mendapat katalis negatif, maka harga berpotensi turun menuju level support di kisaran harga US$100,00 – 97,50 per ton,” ungkap Yoga, baru-baru ini.

Sentimen dari India dan Proyeksi Jangka Panjang

Meski tren harga secara umum masih menunjukkan pelemahan, pasar tetap menaruh harapan pada India. Negara produsen baja terbesar kedua dunia ini diperkirakan akan meningkatkan permintaan batu bara setelah Asosiasi Baja India merilis laporan terbaru. Laporan itu menyebutkan bahwa India menargetkan kapasitas produksi baja mencapai 300 metrik ton pada tahun 2030.

“Saat ini 95% konsumsi batu bara di India berasal dari industri baja,” jelas Yoga. Dengan target ambisius tersebut, kebutuhan energi, terutama batu bara, diyakini akan meningkat tajam. Lonjakan permintaan dari sektor baja menjadi salah satu potensi yang dapat meredam tekanan harga batu bara di pasar global.

Namun, di sisi lain, produksi domestik batu bara di India juga terus meningkat. Pada Agustus lalu, data menunjukkan adanya kenaikan sebesar 8% dibandingkan bulan sebelumnya. Kenaikan ini justru menjadi sentimen negatif karena dapat mengurangi volume impor batu bara India dari pasar global, termasuk dari Indonesia dan Australia.

China dan Tekanan Gelombang Panas

Selain India, perkembangan di China juga menjadi perhatian utama. Negara dengan konsumsi energi terbesar di dunia ini berpotensi meningkatkan impor batu bara akibat lonjakan harga batu bara domestik. Kenaikan harga di dalam negeri dipicu oleh peningkatan konsumsi listrik, terutama dari penggunaan pendingin ruangan (AC) yang melonjak drastis di tengah gelombang panas.

Situasi ini memberi peluang bagi eksportir batu bara, termasuk Indonesia, untuk mengisi kebutuhan tambahan China. Akan tetapi, kondisi tersebut masih bersifat jangka pendek dan sangat bergantung pada tren cuaca serta kebijakan energi China sendiri.

Tren Penurunan yang Berlanjut

Jika melihat data terkini, tren harga batu bara memang menunjukkan pelemahan konsisten. Pada pekan lalu saja, harga batu bara turun sebesar 4,63%. Sepanjang September, penurunan tercatat mencapai 8,19%. Secara year-to-date (ytd), batu bara bergerak bearish dengan penurunan hingga 19,02%.

Kondisi ini semakin jelas terlihat pada Jumat, 12 September 2025, ketika harga batu bara terpuruk dan menyentuh level terendah dalam lebih dari tiga bulan terakhir. Yoga menegaskan, tren bearish ini sulit dihindari mengingat sentimen utama masih berasal dari potensi pelemahan permintaan di India, di tengah laporan peningkatan produksi domestik negara tersebut.

Tantangan Pasar Batu Bara di Era Energi Bersih

Selain faktor permintaan dan pasokan, industri batu bara global juga menghadapi tantangan besar dari kebijakan energi bersih. Banyak negara, terutama di Eropa dan Amerika Utara, mulai mengurangi ketergantungan terhadap batu bara demi menekan emisi karbon. Hal ini memberi tekanan tambahan pada harga karena investor cenderung mengalihkan perhatian ke energi terbarukan dan gas alam.

Pasar gas alam sendiri juga memberikan dinamika baru. Perkembangan harga gas global dapat memengaruhi minat terhadap batu bara, mengingat keduanya sering kali menjadi substitusi dalam pembangkit listrik. Ketika harga gas relatif stabil, batu bara kehilangan sebagian daya tariknya sebagai alternatif energi yang lebih murah.

Prospek ke Depan

Ke depan, arah harga batu bara masih akan dipengaruhi oleh sejumlah variabel. Jika India benar-benar meningkatkan kapasitas produksinya hingga 300 metrik ton baja pada 2030, tentu kebutuhan batu bara akan terus meningkat. Namun, efek positif itu tidak serta-merta terlihat dalam jangka pendek, apalagi dengan adanya peningkatan produksi domestik India.

Di sisi lain, kebijakan China terkait impor energi, tren penggunaan listrik, serta kondisi cuaca akan menjadi penentu tambahan. Jika gelombang panas terus berlanjut, permintaan batu bara untuk kebutuhan listrik berpotensi meningkat.

Namun, di luar faktor Asia, tekanan dari kebijakan energi bersih global tetap menjadi momok utama. Investor dan pelaku pasar harus jeli melihat peluang sekaligus ancaman dari pergeseran pola konsumsi energi dunia.

Dengan kondisi seperti ini, harga batu bara tampaknya masih akan bergerak fluktuatif dan cenderung melemah dalam jangka pendek. Peluang penguatan bisa saja muncul, tetapi sangat bergantung pada katalis positif dari peningkatan permintaan India atau kebijakan impor China. Tanpa faktor pendukung tersebut, harga kemungkinan tetap berada di jalur bearish.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index