Cara menghitung bunga pinjaman adalah hal pertama yang perlu kamu pahami saat mengajukan pinjaman.
Memahami cara yang tepat untuk menghitung bunga pinjaman akan membantu kamu dalam merencanakan pembayaran pinjaman dengan lebih baik.
Hal ini sangat penting, karena mengetahui bunga yang dikenakan akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai beban yang harus dipersiapkan.
Selain itu, pastikan untuk memahami detail pengajuan pinjaman, seperti tenor, denda, dan tentu saja perhitungan bunga pinjaman, agar proses pinjaman berjalan dengan lancar dan aman.
Di bawah ini, kami akan menjelaskan secara rinci tentang cara menghitung bunga pinjaman dan rumus yang digunakan dalam perhitungannya.
Apa Itu Suku Bunga Dasar Kredit?
Dalam dunia perbankan dan keuangan, istilah SBDK sering kali muncul. SBDK adalah dasar yang digunakan untuk menentukan suku bunga kredit yang akan dikenakan oleh bank kepada nasabah, baik itu bunga tetap maupun bunga mengambang.
Sebagai suku bunga dasar, besaran yang dikenakan kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK.
Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa SBDK belum memperhitungkan komponen estimasi premi risiko, yang besarannya bergantung pada penilaian bank terhadap risiko (prospek pelunasan kredit) dari setiap nasabah atau kelompok debitur.
Setelah SBDK ditambahkan dengan premi risiko, hasilnya adalah suku bunga kredit yang akan dikenakan kepada nasabah, yang juga dikenal dengan istilah lending rate.
Besaran lending rate ini kemungkinan besar lebih tinggi daripada SBDK yang berlaku. Suku bunga kredit perbankan juga dapat bervariasi tergantung pada profesi dan tujuan kredit tersebut.
Sebagai contoh, jika kamu mengajukan kredit untuk tujuan konsumsi, seperti membeli kendaraan atau rumah, suku bunganya akan berbeda dibandingkan dengan kredit yang digunakan untuk keperluan usaha, seperti investasi atau modal kerja.
Dengan demikian, Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dapat diartikan sebagai bunga terendah yang ditetapkan oleh bank sebagai acuan untuk penetapan suku bunga kredit.
Saat ini, Bank Indonesia (BI) mewajibkan SBDK untuk kredit ritel, kredit korporasi, dan kredit konsumsi (termasuk KPR dan non-KPR), sementara SBDK untuk kartu kredit dan Kredit Tanpa Agunan (KTA) belum diwajibkan.
Lalu, apa tujuan bank dalam menetapkan SBDK? Tujuan utama adalah untuk menjaga persaingan yang sehat di antara perusahaan perbankan.
Sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/5/DPNP tentang Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit, bank diwajibkan untuk melaporkan besaran SBDK kepada Bank Indonesia, agar BI dapat memantau SBDK seluruh bank yang ada di Indonesia.
Dengan adanya SBDK, Bank Indonesia dan OJK sebagai lembaga regulator dan pengawas perbankan dapat memastikan bahwa tidak ada bank yang melakukan praktik curang dengan memanipulasi suku bunga kredit.
Selain itu, SBDK juga mendorong banyak nasabah untuk tertarik dengan jenis pinjaman yang ditawarkan oleh bank, karena penetapan suku bunga yang rendah akan lebih menarik bagi debitur.
Tanpa adanya SBDK, perbankan bisa dengan bebas menurunkan atau menaikkan suku bunga demi menarik lebih banyak nasabah.
Selain itu, transparansi SBDK berperan penting dalam meningkatkan penerapan good corporate governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik, khususnya dalam pelayanan kepada publik.
Dengan adanya transparansi, publik dapat dengan mudah melihat dan membandingkan seluruh SBDK yang diterapkan oleh bank.
SBDK harus mengikuti acuan dari Bank Indonesia, yaitu 7 day Reverse Repo Rate, untuk memastikan kondisi ekonomi tetap stabil dan terkendali. Bank akan menentukan besaran SBDK berdasarkan tiga komponen utama, yaitu:
- Angka akhir dari penjumlahan harga pokok dana untuk kredit (HPDK).
- Biaya overhead yang dikeluarkan bank dalam proses pemberian kredit.
- Margin keuntungan (profit margin).
Setelah menentukan besaran SBDK, setiap bank wajib mengumumkan nilai tersebut secara transparan melalui situs resmi Bank Indonesia, kantor cabang, kantor pusat, dan situs lainnya.
Sebagai calon debitur, kamu dapat membandingkan SBDK antar bank sebelum memutuskan untuk menjadi debitur di salah satu bank.
Jenis-jenis Suku Bunga Pinjaman
Pada dasarnya, terdapat beberapa jenis bunga yang diterapkan oleh bank-bank pemberi pinjaman, antara lain bunga tetap, bunga mengambang, bunga flat, bunga efektif, dan bunga anuitas.
Cara perhitungan bunga pada masing-masing jenis ini tentu berbeda. Berikut adalah cara menghitung beberapa jenis bunga tersebut.
1. Suku Bunga Tetap
Secara sederhana, bunga tetap adalah bunga yang dikenakan kepada kreditur dengan persentase yang tidak berubah selama masa tenor kredit.
Misalnya, jika pada pinjaman ditetapkan suku bunga tetap sebesar 10 persen, angka tersebut akan berlaku sepanjang masa pinjaman hingga pelunasan tagihan.
Jenis bunga tetap dapat dihitung dengan berbagai metode, seperti bunga fix, efektif, hingga anuitas. Keuntungan menggunakan bunga tetap adalah kamu tidak akan terpengaruh jika terjadi kenaikan suku bunga di pasar, karena bunga yang sudah ditetapkan tetap sama.
Namun, kerugiannya adalah jika suku bunga pasar turun, kamu tetap membayar bunga dengan persentase yang sudah ditetapkan. Berikut adalah contoh perhitungan bunga tetap:
Contoh Kasus:
Andina mengajukan kredit KPR sebesar Rp500 juta dengan jangka waktu 12 bulan, dan dikenakan bunga pinjaman sebesar 10% per tahun dengan sistem bunga tetap selama 3 tahun.
Berikut adalah perhitungan angsuran per bulan yang harus dibayar Andina selama periode tersebut:
Data:
Pokok pinjaman: Rp500.000.000
Bunga per tahun: 10%
Tenor pinjaman: 36 bulan
Cicilan Pokok:
Rp500.000.000 ÷ 36 = Rp13.888.889
Bunga bulan 1:
((500.000.000 – ((1-1) x 13.888.889)) x 10% ÷ 12) = Rp4.166.667
Maka, cicilan bulan ke-1 = 13.888.889 + 4.166.667 = Rp18.055.556
Bunga bulan 2:
((500.000.000 – ((2-1) x 13.888.889)) x 10% ÷ 12) = Rp4.050.926
Maka, cicilan bulan ke-2 = 13.888.889 + 4.050.926 = Rp17.939.815
Bunga bulan 3:
((500.000.000 – ((3-1) x 13.888.889)) x 10% ÷ 12) = Rp3.395.185
Maka, cicilan bulan ke-3 = 13.888.889 + 3.395.185 = Rp17.824.074
Dan seterusnya, hingga…
Bunga bulan 36:
((500.000.000 – ((36-1) x 13.888.889)) x 10% ÷ 12) = Rp115.741
Maka, cicilan bulan ke-36 = 13.888.889 + 115.741 = Rp14.004.630
Dapat dilihat bahwa besaran bunga dari bulan 1 hingga bulan 36 tetap sama, yaitu sebesar 10%.
2. Suku Bunga Mengambang (Floating)
Tidak berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat pada awal peminjaman, bunga mengambang sangat dipengaruhi oleh pergerakan kondisi pasar. Jika persentase bunga pasar sedang menurun, bunga pinjamanmu juga akan ikut turun.
Sebaliknya, apabila ada kenaikan suku bunga, kamu akan terkena imbasnya karena pinjamanmu akan dibebankan bunga yang lebih tinggi, sesuai dengan dinamika pasar.
Untuk jenis bunga ini, perhitungan bunga fix tidak dapat diterapkan. Sebagai gantinya, perhitungan bunga mengambang biasanya dilakukan dengan cara bunga efektif atau anuitas, meskipun persentase bunganya berbeda setiap bulannya.
Berikut adalah contoh dengan angka yang sama dengan contoh perhitungan bunga efektif sebelumnya, namun dengan perubahan persentase bunga yang diterapkan pada setiap periode:
Contoh Kasus:
Kintan mengajukan kredit KPR sebesar Rp500 juta dengan jangka waktu 12 bulan, dan dikenakan bunga pinjaman sebesar 10% secara fixed selama 3 tahun, dan sisanya menggunakan floating rate hingga tenor pinjaman berakhir.
Berikut adalah perhitungan angsuran per bulan yang harus dibayar Kintan selama periode floating tersebut:
Diasumsikan bahwa:
Besaran bunga dari bulan 1 hingga bulan ke-36 adalah 10%.
Tahun ke-4 hingga tahun ke-7 (bulan ke-37 hingga bulan ke-84) dikenakan bunga 12%.
Tahun ke-8 hingga tenor selesai (bulan ke-85 hingga bulan ke-120) dikenakan bunga 14%.
Tenor Tahun Ke-4 Hingga Ke-7 (Bulan Ke-37 Hingga Bulan Ke-84):
Data:
Pokok pinjaman: Rp500.000.000
Bunga per tahun: 10%
Tenor pinjaman: 48 bulan (bulan ke-37 hingga bulan ke-84)
Cicilan Pokok: Rp500.000.000 ÷ 48 = Rp10.416.667
Bunga Bulan 37: ((500.000.000 – ((1-1) x 10.416.667)) x 10% ÷ 12) = Rp4.166.667
Maka, cicilan bulan ke-37 = 10.416.667 + 4.166.667 = Rp14.583.333
Bunga Bulan 38: ((500.000.000 – ((2-1) x 10.416.667)) x 10% ÷ 12) = Rp4.079.861
Maka, cicilan bulan ke-38 = 10.416.667 + 4.079.861 = Rp14.496.528
Dan seterusnya, hingga…
Bunga Bulan 84: ((500.000.000 – ((48-1) x 10.416.667)) x 10% ÷ 12) = Rp86.806
Maka, cicilan bulan ke-84 = 10.416.667 + 86.806 = Rp10.503.472
Tenor Tahun Ke-8 Hingga Ke-10 (Bulan Ke-85 Hingga Bulan Ke-120):
Data:
Pokok pinjaman: Rp500.000.000
Bunga per tahun: 10%
Tenor pinjaman: 36 bulan (bulan ke-85 hingga bulan ke-120)
Cicilan Pokok: Rp500.000.000 ÷ 36 = Rp13.888.889
Bunga Bulan 85: ((500.000.000 – ((1-1) x 13.888.889)) x 10% ÷ 12) = Rp4.166.667
Maka, cicilan bulan ke-85 = 13.888.889 + 4.166.667 = Rp18.055.556
Bunga Bulan 86: ((500.000.000 – ((2-1) x 13.888.889)) x 10% ÷ 12) = Rp4.050.926
Maka, cicilan bulan ke-86 = 13.888.889 + 4.050.926 = Rp17.939.815
Dan seterusnya, hingga…
Bunga Bulan 120: ((500.000.000 – ((36-1) x 13.888.889)) x 10% ÷ 12) = Rp115.741
Maka, cicilan bulan ke-120 = 13.888.889 + 115.741 = Rp14.004.630
Dengan bunga mengambang, kamu bisa mendapatkan keuntungan jika kondisi suku bunga di pasar sedang turun. Sebaliknya, kamu juga harus menanggung peningkatan bunga jika ada kenaikan suku bunga di pasar.
Jika kamu masih merasa kurang jelas mengenai penghitungan bunga pinjaman, cobalah meminta pihak bank untuk memberikan simulasi pembayaran kredit dari awal hingga akhir.
Dengan cara ini, kamu dapat mengetahui besaran angsuran per bulan yang harus dibayar dan total bunga yang dikenakan dari pokok pinjaman yang diajukan.
3. Suku Bunga Flat
Penghitungan bunga flat dianggap sebagai salah satu cara yang paling sederhana jika dibandingkan dengan jenis bunga lainnya. Jenis bunga ini umumnya ditemukan pada kredit kepemilikan kendaraan bermotor atau kredit tanpa agunan.
Dalam brosur atau iklan kredit kendaraan bermotor, kamu sering melihat kolom yang menampilkan angsuran bulanan yang tetap hingga pinjaman lunas.
Jika kamu menemukan angsuran yang konsisten seperti ini, kemungkinan besar jenis bunga yang diterapkan adalah bunga flat atau rata.
Pada jenis bunga ini, nilai plafon pinjaman beserta bunganya dihitung secara proporsional sesuai dengan jangka waktu atau tenor pinjaman.
4. Suku Bunga Efektif
Bunga efektif, yang juga dikenal dengan nama sliding rate, umumnya diterapkan pada kredit dengan jangka waktu panjang, seperti kredit pemilikan rumah (KPR) atau kredit pemilikan apartemen (KPA).
Jenis bunga ini lebih cocok untuk kredit jangka panjang karena tenor yang lebih panjang memungkinkan pinjaman tidak perlu segera dilunasi, sementara suku bunganya relatif lebih rendah.
Bunga efektif biasanya lebih rendah dibandingkan bunga flat, yang menjadikannya pilihan yang lebih tepat untuk pinjaman jangka panjang.
Cara perhitungan bunga efektif berbeda dengan bunga flat, karena bunga efektif menghitung bunga berdasarkan sisa pinjaman pokok yang belum terbayar.
Dengan demikian, semakin lama kamu membayar cicilan, semakin kecil bunga yang dikenakan, karena sisa pinjaman semakin berkurang.
5. Suku Bunga Anuitas
Bunga anuitas adalah modifikasi dari bunga efektif, di mana perhitungan angsuran dilakukan dengan cara yang mirip dengan bunga efektif, namun angsuran pokok yang dibayarkan berbeda setiap bulannya.
Pada bunga anuitas, meskipun bunga dihitung seperti bunga efektif, jumlah cicilan pokoknya tetap berubah setiap bulan, memberikan cara pembayaran yang lebih terstruktur dan memudahkan debitur dalam mengelola keuangan mereka.
Jika kamu ingin mengajukan pinjaman uang di bank, kamu bisa mengikuti langkah-langkah cara peminjaman uang di bank melalui link yang tersedia.
Cara Menghitung Bunga Pinjaman
Setelah memahami berbagai jenis bunga pinjaman, berikut ini adalah cara menghitung bunga pinjaman dengan langkah-langkah sederhana.
1. Suku Bunga Flat
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai penerapan cara hitung bunga flat, berikut ini adalah contoh kasus yang dapat dipelajari.
Ina mengajukan KTA sebesar Rp120 juta dengan jangka waktu kredit 12 bulan, dan dikenakan bunga pinjaman sebesar 10% per tahun secara flat. Berapa angsuran yang harus dibayar setiap bulan?
Data:
Pokok pinjaman: Rp120.000.000
Bunga per tahun: 10%
Tenor pinjaman: 12 bulan
Cicilan pokok:
Rp120.000.000 : 12 bulan = Rp10.000.000/bulan
Bunga:
(Rp120.000.000 x 10%) : 12 bulan = Rp1.000.000
Angsuran per bulan:
Rp10.000.000 + Rp1.000.000 = Rp11.000.000
Dengan cara hitung bunga flat, angsuran yang harus dibayarkan setiap bulan hingga pinjaman tersebut lunas adalah Rp11.000.000. Nilai angsuran ini tetap sama sepanjang masa pinjaman, karena bunga yang diterapkan adalah jenis bunga flat.
2. Suku Bunga Efektif
Karena bunga efektif dihitung berdasarkan sisa pokok pinjaman, angsuran yang perlu dibayar setiap bulan cenderung berkurang seiring berjalannya waktu. Berikut adalah rumus untuk menghitung bunga efektif dari pinjaman.
Berbeda dengan bunga flat, pada bunga efektif, kreditur melakukan perhitungan ulang setiap bulan karena sisa pinjaman yang semakin berkurang. Untuk memahami cara hitung bunga efektif, simak contoh berikut ini.
Dian mengajukan kredit KPA sebesar Rp120 juta dengan jangka waktu 12 bulan dan bunga pinjaman 10% per tahun secara efektif. Berapa angsuran per bulan yang harus dibayar?
Data:
Pokok pinjaman: Rp120.000.000
Bunga per tahun: 10%
Tenor pinjaman: 12 bulan
Cicilan pokok:
Rp120.000.000 : 12 bulan = Rp10.000.000/bulan
Bunga bulan 1:
((Rp120.000.000 – ((1-1) x Rp10.000.000)) x 10% : 12 = Rp1.000.000
Maka, cicilan bulan 1 = Rp10.000.000 + Rp1.000.000 = Rp11.000.000
Bunga bulan 2:
((Rp120.000.000 – ((2-1) x Rp10.000.000)) x 10% : 12 = Rp916.667
Maka, cicilan bulan 2 = Rp10.000.000 + Rp916.667 = Rp10.916.667
Bunga bulan 3:
((Rp120.000.000 – ((3-1) x Rp10.000.000)) x 10% : 12 = Rp833.333
Maka, cicilan bulan 3 = Rp10.000.000 + Rp833.333 = Rp10.833.333
Dan seterusnya, hingga…
Bunga bulan 12:
((Rp120.000.000 – ((12-1) x Rp10.000.000)) x 10% : 12 = Rp83.333
Maka, cicilan bulan 12 = Rp10.000.000 + Rp83.333 = Rp10.083.333
Dapat terlihat bahwa total angsuran menurun dari bulan pertama ke bulan kedua dan seterusnya. Hal ini disebabkan oleh penerapan bunga efektif yang dihitung berdasarkan sisa pokok pinjaman.
Seiring berjalannya waktu, nilai bunga semakin kecil, sehingga total angsuran juga semakin rendah.
3. Suku Bunga Anuitas
Pada pinjaman dengan bunga anuitas, cara perhitungan angsuran pokok berbeda dengan bunga efektif. Di bunga efektif, angsuran pokok dihitung dengan membagi total pinjaman dengan tenor kredit.
Sementara pada bunga anuitas, angsuran pokok dihitung dengan cara mengurangi total angsuran yang telah ditetapkan dengan hasil perhitungan bunga anuitas. Berikut adalah rumus dan contoh kasus untuk lebih memahami cara perhitungannya.
Rumus bunga anuitas:
Bunga = Sisa Pokok Pinjaman Bulan Sebelumnya x Suku Bunga Tahunan x (30 hari / 360 hari)
Misalnya, kamu mengajukan pinjaman sebesar Rp100 juta dengan bunga 15% per tahun selama 12 bulan. Maka, perhitungannya adalah sebagai berikut:
Pokok pinjaman per bulan: Rp100.000.000 / 12 = Rp8.333.333
Bunga per tahun: Rp100.000.000 x 15% = Rp15.000.000
Bunga per bulan: Rp15.000.000 / 12 = Rp1.250.000
Sehingga, total cicilan per bulan adalah:
Rp8.333.333 + Rp1.250.000 = Rp9.583.333
Pada bunga anuitas, fokus utama adalah menghitung bunga berdasarkan pokok pinjaman yang terpakai pada bulan tersebut, yang kemudian mengurangi sisa pokok pinjaman untuk perhitungan bunga bulan berikutnya.
Meskipun suku bunganya sama seperti bunga efektif, cara perhitungan bunga anuitas menghasilkan angka yang berbeda.
Sebagai penutup, dengan memahami cara menghitung bunga pinjaman, kamu dapat memilih jenis pinjaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan finansialmu.